Nida’

inidunia.com- Pengrtian Nida’:

النّداء :طلب إقبال بحرف نائب مناب أدعو

“ Tholabul-Iqbal (mohon perhatian) dengan menggunakan salah satu huruf Nida’ yang menggantikan tugas Fi’il “ad’uu/aku berseru” .” (Ilzam Sayyidan: 2005. Hal. 13).

Bila kita ingin orang lain menghadap kepada kita, maka kita harus memanggilnya dengan menyebut namanya, salah satu sifatnya setelah menyebutkan huruf-huruf pengganti lafadz أدعو ( aku memanggil) dengan nida’ (seruan).

  • Huruf-huruf Nida

Huruf-huruf nida’ sendiri ada delapan pembagiannya yaitu; hamzah (أ ), ay (أي), yaa ( يا), aa (آ), aay (آى ), ayaa (أيا), hayaa (هيا), dan waa (وا). Khusus untuk hamzah (أ) dan ay (أي), berfungsi untuk memanggil orang yang jaraknya dekat. Adapun sisa dari huruf-huruf nida’ di atas selebihnya untuk memanggil orang yang jaraknya jauh dari yang memanggil.

Huruf nida’ yang asli digunakan untuk memanggil orang yang dekat adalah hamzah dan ay. Sedangkan untuk memanggil orang yang jauh adalah dengan menggunakan huruf nida’ yang lain.

Namun, kadang juga munada yang jauh dianggap sebagai munada yang dekat, lalu dipanggil dengan dengan huruf nida’ hamzah dan ay. Hal ini merupakan isyarat atas dekatnya munada dalam hati orang yang memanggilnya. Seperti contoh;

أسكّان نعمان الأراك تيقّنوا * بأنّكم في ربع قلبي سكّان

wahai penduduk Nu’man Al-Arok, yakinlah bahwa anda semua mendiami lubuk hatiku”

Dan kadang-kadang juga munada yang dekat dianggap sebagai munada yang jauh, lalu dipanggil dengan huruf nida selain hamzah dan ay. Hal ini juga sebagai isyarat atas ketinggian derajat munada, atau kerendahan martabatnya, atau kelalaian dan kebekuan hatinya. Seperti contoh :

يا ربّ إن عظمت ذنوبي كثرة * فلقد علمت بأنّ عفوك أعظم

wahai Rabb-ku, seandainya dosa-dosaku sangat besar, maka sesungguhnya aku tahu bahwa pengampunan-Mu itu lebih besar

Adapun contoh-contoh dari nida’ adalah sebagai berikut :

  1. Abuth-Thayyib ketika mengirim surat kepada seorang gubernur di I’tiqal:

أمالك رقّـــــــي و من شأنه * هبات اللّجين و عتق العبيد

دعوتك عند انقطاع الرّجا * و الموت منّي كحبل الوريد

“wahai pemilik kehambaanku, dan (wahai) orang yang bertabiat memberikan perak dan kemerdekaan hamba.

Aku memanggilmu ketika tidak ada lagi harapan, sedangkan kematian itu bagiku seperti urat nadi”

  1. Abu Nuwas berkata:

يا ربّ إن عظمت ذنوبي كثرة * فلقد علمت بأنّ عفوك أعظم

wahai Rabb-ku, seandainya dosa-dosaku sangat besar, maka sesungguhnya aku tahu bahwa pengampunan-Mu itu lebih besar

  1. Al-Farazdaq menyombongkan nenek moyangnya dan menghina Jarir:

أولئك آبائي فجئني بمثلهم * إذا جمعتنا يا جرير المجامع

Inilah nenek moyangku, maka tunjukkanlah kepadaku orang-orang seperti mereka ketika pada suatu saat kita bertemu dalam suatu perteemuan wahai Jarir.

  1. Penyair lain berkata:

أيا جامع الدّنيا لغير بلاغة * لمن تجمع الدّنيا و أنت تموت؟

Wahai orang yang menghimpun dunia tanpa batas, untuk siapakah engkau menghimpun harta, sedangkan engkau akan mati?”

Atas dasar pertimbangan balaghah kadang-kadang huruf nida’ dapat digunakan dengan menyalahi fungsi asli tersebut. Bila kita perhatikan contoh pertama, kita dapatkan bahwa munada itu jauh. Akan tetapi, Abuth-Thayyib memanggilnya dengan huruf nida’ hamzah yang disediakan untuk munada yang dekat. Pertimbangannya adalah, Abuth-Thayyib ingin menjelaskan bahwa munada-nya meskipun tempatnya jauh, namun dekat di hati dan senantiasa hadir dalam hatinya. Jadi, seakan-akan ia hadir bersamanya dalam satu tempat.

Kemudian bila diperhatikan ketiga contoh berikutnya, kita temukan bahwa munada pada setiap contoh itu dekat, namun pembicaranya menggunakan huruf-huruf nida’ yang disediakan untuk munada yang jauh.

Alasannya karena munada pada contoh kedua (يا ربّ إن عظمت ذنوبي كثرة….الخ ) sangat mulia dan sangat disegani. Jadi, seakan-akan kejauhan derajat keagungan itu sama dengan jauhnya jarak perjalanan. Oleh karena itu, si pembicara menggunakan huruf yang digunakan untuk memanggil munada yang jauh untuk menunjukkan ketinggian derajatnya. Adapun pada contoh ketiga (أولئك آبائي فجئني بمثلهم…..الخ )adalah karena menurut penilaian si pembicara munada-nya rendah kedudukannya, seakan-akan perbedaan derajat munada yang jauh di bawah pembicara itu sama dengan jarak yang jauh diantara tempat mereka. Sedangkan pada contoh terakhir (أيا جامع الدّنيا لغير بلاغة….الخ ) adalah karena munada-nya lalai dan tidak tentu arah sehingga seakan-akan tidak hadir bersama pembicara dalam satu tempat. (Ali Al-Jarim & Musthafa Amin : 2011, hal: 298)

Kadang-kadang lafadz nida’ bergeser dari makna aslinya kepada makna yang lain, di bawah kami menyertakan macam-macamnya.

  • Makna-makna yang bergeser dari makna nida’
  • الإغراء (mendorong, anjuran) seperti perkataan kepada orang yang bimbang “الإغراء “.

يا شجا ع أقدم

“wahai pemberani, majulah!”

  • الزجر (mencegah ) seperti ucapan sya’ir :

يا قلب ويحك ما سمعت لنا صح # لما ارتيت ولاا تقيت ملا حا

wahai hati, celakalah kamu tidak mau mendengarkan orang yang menasihatimu ketika kamu tersudut dan tidak dapat terhindarkan dari cobaan”

  • التحسروالتوجع (penyesalan, keesahan dan kesakitan ) seperti firman Allah pada surah An-Naba’ ayat 40 :

يا ليتني كنت ترابا

“wahai seandainya aku menjadi tanah”

  • الإستغا ثة (mohon pertolongan) seperti ungkapan berikut :

يا الله للمؤمنين

  • الندبة (ratapan, mengadu) seperti ungkapan pada sya’ir di bawah : فواعجبا كم يدعي الفصل نا قص* ووأسفا كم يظهرالنقص فا ضل

“aduhai banyak sekali kagumnya, orang cacat mengaku utama, dan aduhai banyak sekali susahnya, orang utama melahirkan cela.”

  • الترحم (kasihan) seperti engkau berkata :

يا مسكين

“wahai kasihan “

  • التأ سيف (merasa saying, menyesal) seperti engkau berkata :

يا لضيعة الأدب

“wahai yang kehilangan adab “

  • التعجب (keheranan, kekaguman ) seperti ungkapan pada sya’ir di bawah ini :

يا لك من قبرة بعمرة * خلا لك الجو فبيضي واصفريَّ

“Aduhai kagumnya engkau, dari Qubbaroh dengan Ammar, Disela-selamu terdapat udara maka memutih dan mengununglah” .

  • التحير والتضجر (merasa bingung , resah) tidak puas, bosan, tidak sabar, Seperti :

أيا منازل سلمى أين سلمك * من أجل هذ ا بكينا ها بكينا ك

“wahai rumah-rumah Salma dimanakah Salmamu ? oleh karena         keadaan ini, kita menangisnya dan menangisimu.”

  • التذكر (mengingat-ingat) seperti ucapan penyair :

أيا منزلي سلمي سلام عليكما * هل الأزمن اللاّ تي مضَين رواجعُ

“Wahai kedua rumah salma, kesejahteraan bagi kalian, apakah masa-masa yang berlalu, dapat juga kembali lagi ?”

  • ) الإختصا ص mengkhususkan) yaitu menuturkan isim dzahir setelah isim dhamir dengan tujuan menjelaskannya, seperti firman Allah swt surah Hud ayat 73:

رحمة الله وبركا ته عليكم أهل البيت إنه حميد مجيد      “(Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, Hai Ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Agung.”

Penggunaan huruf nida’ dengan makna Ikhtishash mempunyai beberapa tujuan, yakni sebagai berikut :

  • Tafakhur (membanggakan diri) . contoh :

أنا أكرم الضيف أيها الرجل

“hai orang lelaki! Sayalah tamu paling mulia”

  • Tawadlu’ (merasa rendah hati ) contoh :

أنا الفقير المسكين أيها الرجل

“ya tuan, saya adalah seorang yang miskin dan fakir”

Tinggalkan komentar